ABSTRAK
Pengembangan program integrasi kelapa sawit-sapi mempunyai peluang
pengembangan yang sangat prosfektif ditinjau dari aspek permintaan atas
sapi nasional, ketersediaan pakan sapi melalui sinergi dengan kebun
sawit dan hasil sampingan proses pengolahan hasil kebun, serta
pemanfaatan kotoran sapi secara maksimal. Produksi limbah pertanian
sangat tergantung pada waktu panenan yang mengakibatakan ketersediaan
secara kontinue sepanjang tahun untuk dibutuhkan tempat penyimpanan
untuk menampung limbah pertanian saat panen. Didalam pola integrasi
ini, tanaman kelapa sawit sebagai komponen utama, sedangkan ternak
sebagai komponen pelengkap. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
sebagai faktor pembatas dalam pemanfaatanya sebagai pakan. Limbah
kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan oleh ternak sebagai pakan adalah :
pelepah sawit, lumpur sawit, bungkul inti sawit. Beberapa hasil
penelitian menyatakan bahwa: pelepah sawit mengandung protein sebesar
1,9%, lemak 0,5% dan lignin 17,4%, Kombinasi serat buah (25%), BIS
(15%) dan lumpur sawit (10%) dengan total kontribusi 50% dapat
digunakan untuk sapi. Disamping memanfatkan limbah hasil kelapa sawit,
sapi yang intgrasikan dengan kelapa sawit ini juga bisa memakan gulma
yang berada disekitar perkebunan kelapa sawit. Tanaman penutup lahan
kelapa swit juga bisa dimanfaatkan oleh ternak sebagai hijauan, seperti
: Callopogonium mucunoides, Centrocema pubescent, Pueraria
javanica, Psophocarpus palustris, Callopogonnium caerulium dan Muchuma
cochinensisc. Dimana tanaman leguminosa penutup lahan dapat
memproduksi hijauan setara dengan 5-7 ton. Tujuan pembangunan penutup
tanah adalah untuk mengurangi erosi permukaan tanah, menambah bahan
organik dan cadangan unsure hara, memperbaiki aerasi, menjaga
kelembaban tanah menekan perkembanagn gulma, menghemat penyiangan dan
pemupukan serta menekan gangguan kumbang orycites. Untuk menunjang
keberhasilan sistem integrasi ternak denagn perkebunan kelapa sawit
dibutuhkan teknologi tepat guna dan sosialisasi berkelanjutan dalam hal
; Pengolahan limbah perkebunan/pabrikan sebagai sumber pakan ternak,
Pengolahan kompos yang berkualiatas dalam waktu pendek, Pendugaan
kapasitas tampungan lahan perkebunan untuk jenis ternak tertentu,
Manajemen pemelihararan ternak yang intensif. Disamping itu ternak sapi
yang di intgrasikan denagn kelapa sawit juga bisa dimanfaatkan sebagai
penarik gerobak maupun mengangkut hasil panenan kelapa sawit dan
kotoran sapi bisa dimanfaatkan sebagai pupuk, yang mana pada akhirnaya
bisa menghemat biaya produksi.
Kata kunci: Integrasi,kelapa sawit, hijauan pakan ternak, limbah, sapi
PENDAHULUAN
Permintatan daging sapi cenderung meningkat seirama dengan
pertambahan jumlah penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya
hidup, kesadaran gizi, dan perbaikan tingkat pendididkan (DELGADO et al,.1999).
Ke depan diramalkan akan terus terjadi peningkatan permintaan daging
sehingga akan membuka peluang pasar domestik yang sangat besar . Saat
ini rata-rata konsumsi daging nasional masih sangat rendah (<2
kg/kapita/tahun), dan diduga akan terjadi peningkatan permintaan
mencapai sekitar 3 kg/kapita /tahun dalam dasawarsa mendatang.
Peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan rata-rata konsumsi tersebut
memerlukan tambahana pasokan sapi potong sangat besar ,yaitu 1,5
juta/tahun.
Beberapa factor ysng menghambat penyediaan hijauan pakan, yakni
terjadi perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai sumber hijauan
pakan menjadi lahan pemukiman, lahan untuk tanamana pangan, dan
tanamana industri (DJAJANEGARA,1999).Untuk mengatasi masalah tersebut
integrasi kelapa sawit-sapi sangat cocok untuk dilakukan karena
memberikan keuntungan satu sama lainnya.
Integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit sangat dibatasi oleh
rendahnya hijauan yang eksis di lahan perkebunan kelapa sawit. Tetapi
potensi vegetasi hijauan diantara pohon kelapa sawit dapat dimanfaatkan
oleh ternak, sehingga integrasi ini sangat menguntungkan yakni hijauan
dapat dimanfaatkan oleh ternak yang kemudian diubah menjadi daging dan
pihak perkebunan dapat menghemat biaya penyiangan 25-50% dan
meningkatkan produksi rendemen buah segar 16,7% (HARUN dan CHEN, 1994).
Perkebunan kelapa sawit ( elaeis guineensis) merupakan
tanaman tropik yang penting dan berkembang pesat di Asia Tenggara,
termasuk Indonesia. Luas perkebunan sawit di Indonesia telah mencapai
2.461.827 ton pada tahun 1997 (DIREKTORAT JENDRAL PETKEBUNAN, 1997)
dan pada tahun 2000 telah mencapai 2,014 juta ha, dengan laju
pertumbuhan 12,6%/tahun ( LIWANG,2003). Kelapa sawit merupakan salah
satu penghasil devisa Negara dari sektor non-migas. Prospek kelapa
sawit cukup menjanjikan seperti yang dilaporkan Oil Word (Lembaga penyedia jasa informasi dan perkiraan produksi minyak nabati)
Beberapa upaya penyediaan pakan hijauan untuk ternak terutama sapi
potong telah banyak dilakukan diantaranya melalaui pemanfaatan limbah
pertanian. Penggunaan limbah pertanian sebagai sumber serat disertai
dengan supplmentasi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan zat-zat nutrisi
yang diperlukan ternak (TILLLMAN et al., 1983). Disamping
berpengaruh terhadap produktivitas ternak, pakan juga merupakan biaya
produksi terbesar dalam usaha peternakan yakni sekitar 60-80% dari
keseluruhan biaya produksi ( HARDIATO et al ., 2002). Menurut
SUTARDI (1997) tiap hektar kebun kelapa sawit dapat menghasilkan 10-15
ton tandan buah sawit segar (TBS) dan jika diolah maka tiap ton TBS
akan menghasilkan 3 jenis limbah yang dapat digunakan sebagai pakan
ternak yaitu 45-46% bungkil inti sawit, 12 % sabut sawit dan 2% Lumpur
sawit (DAVENDRA ,1983).
Dengan demikian dalam hal penyediian pakan tidak hanya dituntut
pencapaian aspek kualitas tetapi juga aspek ekonomis (SIREGAR ,1994).
Salah satu perkebunna yang cocok digunakan sebagai sumber pakan hijauan
adalah perkebunna kelapa sawit Diperkirakan bahwa sekitar 70-80% dari
areal perkebunan kelapa sawit dapat dimanfaaatkan sebagai sumber
hijauan pakan ternak. Pola pengembanagan usaha yang memadukan usaha
perkebunan kelapa sawit-sapi merupakan pengembangan usaha peternakan
tanpa harus membuka lahan baru. Didalam pola integrasi ini, tanaman
kelapa sawit sebagai komponen utama, sedangkan ternak sebagai komponen
pelengkap. Pada perkebunan kelapa sawit terdapat potensi vegetasi
rumput-rumput liar dan tanaman penggangu yang bisa dimakan oleh ternak
seperti : Axonopus compresus, Ottochloa nodosa, Paspolum conjugotum. Pengendalian
tanaman penggangu dapat dilakukan dengan penggembalaan ternak sapi
tersebut. Produksi rumput liar tersebut dapat digunakan sebagai pakan
ternak dengan produksi sekitar 3-5 ton /ha/tahun (ANOMIOUS ,1981 dalam
ARITONANG ,1989).
Batang kelapa sawit berpotensi sebagai pakan dasar untuk menggantikan hijauan sebagian atau seluruhnya. Penelitian OSHIO et al.
(1988) menunjukan bahwa batang kelapa sawit dapat digunakan dalam pakan
sebanyak 30% dari total pakan . dengan komposisi 30% batang sawit dan
70% konsentrat diperoleh pertambahan berat badan 0,66-0,72 kg pada
sapi. Sedangkan pelepah sawit dapat digunakan sebagai pengganti rumput,
pelepah dapat diberikan dalam bentuk segar maupun silase. Selain
menghasilkan CPO pabrik kelapa sawit juga mengahasilkan bungkil inti
sawit, Lumpur sawit/solid. Keberadaan bungkil inti sawit salid selama
ini umumnya menjadi limbah yang memerlukan biaya untuk penangannya .
Potensi ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan untuk ternak sapi, karena
ternyata ternak sapi mampu tumbuh dan berkembang. Disamping itu ternak
sapi jiga menghasilkan kotoran yang dapat dijadiakan kompos bagi
perkebunan sawit.penggunaaan kompos disamping akan meningkatkan
kesuburan dan memperbaiki struktur maupaun tekstur tanah.
Dengan demikian peluang alternatife untuk memeperbaiki perkebunan
kelapa sawit adalah adalah dengan mengintergrasikan usaha peternakan,
khususnya ternak ruminansia seperti sapi potong, sapi perah dan
domba/kambing (PT PERKEBUNAN 11, 1994; DAMANIK, 1994; DIRJEN BINA
PRODUKSI PETERNAKAN, 2002). Dimana kondisi produktivitas ternak sanagt
tergantung pada ketersediaan pakan yang berkualitas untuk mendapatkan
produksi yang optimal. Kekurangan zat nutrisi pakan akan mempengaruhi
seluruh fungsi tubuh, yang mana sampai 95% dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, termasuk pakan yang diberikan.
Prospek pengembangan integrasi kelapa sawit-sapi
Pengembangan program integrasi kelapa sawit-sapi mempunyai peluang
pengembangan yang sangat prosfektif ditinjau dari aspek permintaan atas
sapi (daging) nasional, ketersediaan pakan sapi melalui sinergi dengan
kebun sawit dan hasil sampingan proses pengolahan hasil kebun, serta
pemanfaatan kotoran sapi secara maksimal (untuk pembuatan biogas dan
pupuk alami). Integrasi produksi ternak dengan perkebunan kelapa sawit
dapat menjadi cikal bakal pengembangan agribisnis berbasist
ruminant-perkebunan. Dalam kaitannya dengan pengembangan peternakan
SITORUS et al,. (1984) juga manyarankan dilakukan penelaahan
potensi wilayah dan kebutuhan peternak, yang meliputi rumput-rumputan
danl imbah pertanian untu pakan ternak (diantaranya sapi) sebagai
sumber tenaga, penghasil pupuk kandang dan sumber pendapatan .
Berdasarkan potensi dan daya dukung maka limbah pertanian dapat
menyediakan pakan untuk ternak ruminansia besar yang cukup besar. Namun
demikian ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebagai factor
pembatas dalam pemanfaatanya sebagai pakan. Produksi limbah pertanian
sangat tergantung pada waktu panaen yang mengakibatakan ketersediaan
secara kontinue sepanjang tahun untuk dibutuhkan tempat penyimpanan
untuk menampung limbah pertanian saat panen ( SOETANTO, 2001). Kendala
laiannya adalah nilai nutrisi limbah pertanian yang amat beragam
tergantung dari spesies (SOETANTO, 2001). Nilai nutrisi yang rendah
seperti kandungan protein yang rendah dan serat vkasr yang tinggi
menyebabkan limbah pertanian terbatas untuk digunakan sebagai pakan,
disamping juga adanaya anti nutrisi dan racun yang mungkin terkandung
dalam limbah tersebut (SOFYAN,1998). Hasil utama industri kelapa sawit
adalah minyak sawit dan minyak inti sawit yang pada umumnya banyak
digunakan untuk keperluan industri makanan, cat, sabun dan kosmetik.
Mutu suatu bahan pakan ditentukan oleh interaksi antara konsentrasi
unsur gizi, tingkat kecernaan dan tingkat konsumsi. Kandungan unsur
gizi merupakan indikator awal yang menunjukan potensi suatu bahan
pakan. Tingkat kecernaan akan menentukan seberapa besar unsure gizi
yang terkandung dalam bahan pakan secara potensial dapat dimanfaatkan
untuk produksi ternak.
Produksi pelepah sawit mencapai 40-50 pelepah/pohon/tahun. Dimana
pelepah sawit bisa dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak sapi. Daun
kelapa sawit dipanen 1-2 pelepah/panen/pohon merupakan potensi yang
cukup besar sebagai pakan ruminnansia (SURYAHADI, 1997). Abu Hassan
dan Ishida melaporkan bahwa pelepah kelapa sawit dapat dipergunakan
sebagai bahan pakan ternak ruminansia, sebagai sumber pengganti hijauan
atau dapat dalam bentuk silase yang dikombinasikan denagan bahana lain
atau konsentrat sebagai bahan campuran. Studi awal yang dilakukan Abbu
Hassan dan Ishida (1992) menunjukan bahwa tingkat kecernaan bahan
kering pelepah dapat mencapai 45%. Hal yang sama berlaku untuk daun
kelapa sawit yang secara teknis dapat dipergunakan sebagai sumber atau
pengganti pakan hijauan tetapi harus diberi perlakuan terlebih dahulu.
Pemenfaatan pelepah sawit sebagai bahan paka ternak juga harus
mempertimbangkan aspek keseimbangan bahan organic di kebun, dimana
baiasanya pelepah sawit dikembalikan atau disebar ke kebun untuk
menjaga tingkat kesuburan tanah serta mendukung usaha perkebunan kelapa
sawit berkelanjutan.
Hasil analisis kualitas menunjukan pelepah sawit mengandung protein
sebesar 1,9%, lemak 0,5% dan lignin 17,4%.Dengan kandungan lignin yang
cukup tinggi,maka sebelum diberikan kepada ternak dilakuakan perlakuan
fisik, kimia ataupun biolaogi misalnya dengan menggunakan probiotik
atau dikombinasikan dengan suplementasi., seperti dengan penggunaan
NaOH yang bertujuan untuk meningkatkan kecernaan dengan memutuskan
ikatan selulosa atau hemiseluosa dengan lignin, sehingga energi
tersedia dapat meningkat, teknik ini telah dicobakan pada batang dan
pelepah sawit ( OSHIO et al,.1988). Pemberian daun sawit disarankan jangan melebihi 20% dari ransum, penggunaan daun sawit lebih dari 20% sebaiknya diberi pre-treatmen
lebih dahulu karena daun sawit dibatasi oleh tinngi kadar lignin,
sehinggan perlu dilakukan pengolahan untuk meningkatkan daya cerna
melalui perlakuan fisik, senyawa kimia, biologis atau kombinasi.
BATUBARA (2002), hasil penelitianya menunjukan bahwa penggunaan daun
sawit segar sebagai pengganti hijauan dalam konsentrat menngandung 30%
BIS, memberikan pertambahan berat badan 760 g /ekor/hari dengan R/C
–ratio 1,5 pada sapi persilangan.
Perlakuan fermentasi untuk menghasilkan silase pada prinsipnya
bertujuan untuk preservasi dan konservasi. Pengaruhnya terhadap nilai
gizi relative kecil. Untuk meningkatakan kandungan gizi dalam proses
fermentasi dapat ditambahkan dengan urea . hasil penelitian HASAN et al. (1996) menunjukan bahawa fermentasi pelepah sawit menjadi produk silase tidak meningkatakan pencernaan.
Percobaan pemanfaatan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai
ransum komplit (100%) ataupun sebagai campuran pakan telah banyak
dilakaukan. WONG dan ZAHARI (1992) melaporkan bahwa bungkil inti
sawit dapat diberikan 50% untuk sapi dan 30% untuk domba.
Lumpur sawit dan bungkil inti sawit merupakan hasil ikutan
pengolahan minyak sawit. Bungkil inti sawit merupakan hasil ikutan yang
paling tinggi nilai gizinya untuk pakan ternak. Produk sampingan
pengolahan kelapa sawit kelapa sawit dilaporkan mengandung serat kasar
yang cukup tinggi, namun untuk Lumpur/solid dan bungkil kelapa sawit
mengandung protein kasar yang berpotensi untuk dapat dijadikan bahan
ransom berkualitas. Untuk dapat dimanfaatkan secara optimal, maka
produk sampingan tanaman dan pengolahan kelapa sawit harus diberi
perlakuan terlebih dahulu. Dimana perlakuan tersebut dapat di[erlakukan
secara fisik (cacah, giling, tekanan uap), kimia (NaOH , urea),
biologis (fermentasi) dan kombinasi semuanya.
Lumpur sawit diketahui merupakan hasil ikutan proses ekstrasi minyak
sawit yang mengandung air cukup tinggi. Sehingga upaya mengatasinya
yaitu mengurangi kandungan air Lumpur sawit untuk selanjutnya dapat
dipergunakan sebagai pakan ternak , khususnya ternak ruminansia.
Melihat karakteristik nutrisi berbagai hasil sampingan perkebunan
kelapa sawit seperti diuraikan diatas, maka terdapat peluang besar
untuk menyusun berbagai jenis ransum untuk ternak dari hasil sampingan
tanaman kelapa sawit . Yang perlu diperhaikan dalam penyusunan ransum
tersebut adalah pemanfaatan bahan-bahan yang berserat tinggi sebagai
pakan dasar dan pakan yang mengandung konsentrasi protein dan energi
tinggi sebagai suplemen dalam suatu ramuan . Kombinasi serat buah
(25%), BIS (15%) dan lumpur sawit (10%) denagan total kontribusi 50%
dapat digunakan untuk sapi (DALZEEL, 1977). Untuk hidup pokok atau
sedikit pertumbuhan, maka komposisi BIS (30%) , serat perasan buah
(15%), Lumpur minyak sawit (18%) dengan total kontribusi 63 % dapat
digunakan untuk sapi (WONG et al., 1987). Peluang untuk
menyusun pakan komplit yang secara fisik dibentuk menjadi blok
merupakan alternative yang perlu dipertimbangkan untuk memudahan
penanganan , terutama untuk produksi dalam skala besar.
Di samping dari pemanfaatan hasi ikutan limbah kelapa sawit, kita
bisa memanfaatkan rumput yang barada di sekitar areal perkebunan.
Dimana rumput tersebut sebagai gulma dapat dimanfaatkan sebagai hijauan
pakan ternak sapi. Tanaman budidaya penutup lahan perkebunan kelapa
sawit adalah berupa leguminosa. Jenis spesise leguminosa yang sering
digunakan sebagai tanaman penutup lahan adalah Callopogonium
mucunoides, Centrocema pubescent, Pueraria javanica, Psophocarpus
palustris, Callopogonnium caerulium dan Muchuma cochinensisc (DIREKTORAT JENDRAL PERKEBUNAN ,1984;risza,1995).
Tujuan pembangunan penutup tanah adalah untuk mengurangi erosi
permukaan tanah, menambah bahan organic dan cadangan unsur hara,
memperbaiki aerasi, menjaga kelembaban tanah menekan perkembanagn
gulma, menghemat penyiangan dan pemupukan serta menekan gangguan
kumbang orycites (RISZA,1995). Tanaman budidaya penutup lahan merupakan
factor tindakan kultur teknis dalam budidaya kelapa sawit yang
mempengaruhi produktivitas kelapa sawit. Di areal perkebunan,
intensitas cahaya matahari yang mencapai permukaan tanah sanagat
dipengaruhi oleh umur tanaman pokok. Penanam berbagai macam legume dan
tumbuhnya beberapa jenis rumput diperkebunan kelapa sawit juga
mengalami fluktuasi produksi mengikuti perubahan tinggi-rendahnya
intensitas cahaya matahari.
Dimana tanaman leguminosa penutup lahan dapat memproduksi hijauan setara dengan 5-7 ton BK/ha/tahun MOHAMED et al,.
(1987) mengemukakan bahwajenis leguminosa akan mendominasi areal kalapa
sawit hingga 55% selama 3 tahaun pertama umur tanaman pokok. Sedangkan
pada tahun keempat, terjadi perubahan komposisi; rumput akan
mendominasi areal hingga 60%. Sehingg hujauan dapat dimanfaatkan dengan
cara dipotong maupun pengembalaan ternak. Perbaikan hijauan perlu
dilakukan pada lahan perkebunan di mana tanaman utama sudah mencapai
umur 6-25 tahun misalnya denagan penanaman leguminosa pohon pada
areal-areal yang tidak ditanami pohon utama (HORNE at al,. 1994).
Beberapa keuntungan dari pemanfaatan hasil perkebunan kelapa sawit
pada usaha peternakan sapi adalah ; A) secara teknis bahan pakan
inimudah didapat dan produksinaya berkesinambungan B) secara ekonomi
membantu peningkatan pendapatan perkebunan C) membantu pengawasan
lingkungan serta mengurangi pencemaran D) menambah penyedian bahan
pakan (ARITONANG, 1986).
Spesias leguminosa yang digunakan sebagai tanaman penutup lahan bersifat spesifik yaitu ;
- Pueraria javanica mempunyai sifat pertumbuhan awal yang agak lambat tetapi setelah tumbuh dapat bertahan lama dan than naungan daripada Callopogonium mucunoides dan Centrocema pubescent, selain itu P.javanica paling disukai ternak (RISZA, 1995).
- Callopogonium mucunoides mempunyai sifat pertumbuhan awal yang cepat tetapi tidak bertahan lama dan tidak tahan naungan (RISZA, 1995). Callopogonium mucunoides dapat tumbuh baik bersama Centrocema pubescent, dan P.javanica ( DIREKTORAT JENDRAL PERKEBUNAN,1984). Palatabilitasnya rendan dan mempunyai kandungan nutrisi 25,7% (BK); 15,6% (PK); 31,5%(SK) (GOHL,1981).
- Psophocarpus palutris mempunyai sifat hampir sama denagan P.javanica tetapi lebih tahan air, namun bijinya cepat busuk (RISZA, 1995).
- Muchuma chochines mempunyai sifat cepat tumbuh tetapi umurnya pendek serta dapat mengeluarkan bau spesifik yang dapat mengusir hama Oryicites rhinoceros (RISZA,1995).
- Callopogonium mucunoides mempunyai sifat pertunbuhannaya awalnya agak lama,tahan naungan, cepat, berumur panjang panjang (RISZA, 1995). Leguminosa ini mempunyai palatabilitas yang rendah dan diduga mengandung zat anti nutrisi. Kandungan nutrisinya adalah 21,8% (BK); 15,40% (PK); 57,1% (SK) dan 4,13 cal/g.
Untuk pemupukan leguminosa dapat memanfaatkan tandan kosong sebagai
bahan kompos yang memberikan hasil cukup memuaskan. Selain mengurangi
pencemaran lingkungan sebagai akibat keberadaan biomasa tersebut. Hasil
kompos olahan dari tandan kosong tersebut memberi nilai tambah sendiri
penggunaan pupuk organic secara terus-menerus dalam jangka waktu yang
lama ternyata dapat menyebabkan kondisi tanah menjadi sakit untuk
pertumbuhan tanaman. Hal ini berkaitan dengan perubahan fisik dan
mikrobiologi tanah sedemikian rupa sehingga pertumbuhan perakaran
tanaman menjadi terganggu yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan
tanaman secara keseluruhan. Hal ini berarti memerlukan pupuk organic
untuk mempertahankan kesehatan lahan. Sehingga integrasi tanaman kelapa
sawit-sapi saling memberikan keuntungan, dimana ternak sapi
menghasilkan kotoran yang dapat diproses menjadi pupuk organic.
Kandungann mikroba rumen dapat dimanfaatkan untuk membantu proses
dekomposisi manure dan proses ini dapat dipercepat dengan penambahan
mikroba unggul (PUSLITBANGNAK, 2000). Sedangakan gulma-gulama penggangu
di perkebunan kalapa sawit bisa dimanfaatkan oleh ternak sebagai pakan
hijauan. GINTING (1999) melaporkan bahwa ternak dapat berperan sebagai
industri biologis dan penyiangan biologis sekaligus mampu meningkatkan
produksi daging dan penyedian kompos. Pemeliharaan intensif untuk
ruminansia besar secara empiris mencegah pamadatan tanah dan sentuhan
langsung dari tanaman yang dikuatirkan rusak merusaka tanaman pokok,
sedangakan untuk ruminansia kecil tidak menjadi masalah.
Selain spesies tanaman leguminosa yang biasa ditanam sebagai tanaman
punutup, diperlukan introduksi tanaman baru yang bermutu tinggi.
Introduksi tanaman baru diperlukan karena masih terdapat pembatas
terhadap penampilan produksi ternak yang disebabkan oleh ketidak
cukupan pakan dan kualitas pakan yang rendah, sehingga untuk keperluan
introduksi ternak diperluakan penyediaan pakan suplementasi (hijauan
atau konsentrat) atau dilakukan perbaikan terhadap konsumsi pakan dan
kualitas pakan pada sumber pakan hijauan (HORNE et al,. 1994).
Untuk menunjang keberhasilan sistem integrasi ternak denagn
perkebunan kelapa sawit dibutuhkan teknologi tepat guna dan sosialisasi
berkelanjutan dalam hal ;
- Pengolahan limbah perkebunan/pabrikan sebagai sumber pakan ternak
- Pengolahan kompos yang berkualiatas dalam waktu pendek
- Pendugaan kapasitas tampungan lahan perkebunan untuk jenis ternak tertentu
- Manajemen pemelihararan ternak yang intensif
Disamping itu ternak sapi juga bisa dimanfaatkan sebagai penarik
gerobak maupun mengangkut hasil panenan kelapa sawit, sehingga
mengurangi biata pengangkutan TBS. Perawatan kebun terutama
pengangkutan pupuk juga dapat dilakukan lebih efisien, sehingga
berdamapak pada penghematan biaya tenaga kerja secara signifikan
KESIMPULAN
Permintatan daging sapi cenderung meningkat seirama dengan
pertambahan jumlah penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya
hidup, kesadaran gizi, dan perbaiakan tingkat pendididkan. Beberapa
factor ysng menghambat penyediaan hijauan pakan, yakni terjadi
perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai sumber hijauan pakan
menjadi lahan pemukiman, lahan untuk tanamana pangan, dan tanamana
industri.
Produksi pelepah sawit mencapai 40-50 pelepah/pohon/tahun. Dimana
pelepah sawit bisa dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak sapi. Daun
kelapa sawit dipanen 1-2 pelepah/panen/pohon merupakan potensi yang
cukup besar sebagai pakan ruminnansia. Hasil analisis kualitas
menunjukan pelepah sawit mengandung protein sebesar 1,9%, lemak 0,5%
dan lignin 17,4%.Dengan kandungan lignin yang cukup tinggi,maka sebelum
diberikan kepada ternak dilakuakan perlakuan fisik, kimia ataupun
biolaogi misalnya dengan menggunakan probiotik atau dikombinasikan
dengan suplementasi., seperti dengan penggunaan NaOH yang bertujuan
untuk meningkatkan kecernaan dengan memutuskan ikatan selulosa atau
hemiseluosa dengan lignin, sehingga energi tersedia dapat meningkat,
teknik ini telah dicobakan pada batang dan pelepah sawit.
Lumpur sawit dan bungkil inti sawit merupakan hasil ikutan
pengolahan minyak sawit. Bungkil inti sawit merupakan hasil ikutan yang
paling tinggi nilai gizinya untuk pakan ternak. Produk sampingan
pengolahan kelapa sawit kelapa sawit dilaporkan mengandung serat kasar
yang cukup tinggi, namun untuk Lumpur/solid dan bungkilkelapa sawit
mengandung protein kasar yang berpotensi untuk dapat dijadikan bahan
ransom berkualitas. Untuk dapat dimanfaatkan secara optimal, maka
produk sampingan tanaman dan pengolahan kelapa sawit harus diberi
perlakuan terlebih dahulu. Dimana perlakuan tersebut dapat di[erlakukan
secara fisik (cacah, giling, tekanan uap), kimia (NaOH , urea),
biologis (fermentasi) dan kombinasi semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
EFRYANTONI ,E1C006013 FAKULTAS PERTANIAN : UNIVERSITAS BENGKULU
ROEMOKOV, A. 2003. Dukungan Pembiayaan Dalam Pengembangan Usaha
Integrasi Sapi-kelapa sawit. Loka karya Nasional Integrasi Kelapa
sawit-sapi 9-10 september.Bengkulu.
SIMON, P dan ELIZABETH, j. 2003. Teknologi Pakan Berbahan Dasar
Hasil Sampingan Perkebunan Kelapa Sawit. 2003. Loka Panelitian
Kambing Potong Sei Putih. Galang Sumatra Utara. Medan
Diwiyanto, K. SITOMPUL, D. MATHIUS, W. SOENTORO. 2003. Pengkajian
Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian. Bengkulu
Uum, U. Angggraeny, YN. 2003. Keterpaduan Sistem Usaha Perkebunan
Denagan Ternak : Tinjauan Tentang Ketersedian Hijauan Pakan Untuk Sapi
Potong Di Kawasan Perkebuna Kelapa Sawit. Loka Penelitian sapi
Potong.Grati
SUHARTO. 2003. Pengalaman Pengembangan Usaha SIstem Integrasi
Sapi-Kelapa Sawit Di Riau. Riset Dan Pengembangan Peternakan PT. Tri
Bakti Sari Mas. Riau
UTOMO,BN. WIDJAJA, E. Limbah Padat Pengolahan Minyak Sawit Sebagai
Nutrisi Ternak Ruminansia.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Kalimantan Tengah. Palangkaraya
WIJONO, DB. AFFANDHI, L. RASYID, A. 2003. Integrasi Ternak Dengan
Perkebunan Kelapa Sawit. Loka Penelitian Sapi Potong. Grati-Pasuruan
MATHIUS,I. SITOMPUL, D. MANURUNG,B.P Dan AZMI. 2003. Produk
Sampingan Tanaman Dan Pengolahan Kelapa Sawit Sebagai Bahan Dasar Pakan
Komplit Untuk Sapi ; Suatu Tinjauan. Balai Penelitian Ternak. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanaian. Bengkulu
LIMAN, KUSUMA, A. 2007. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Melalui
Pengolahan dan Suplementasi Mineral Organik Dalam Rangka Integrasi
Industri Kelapa Sawit Dan Ternak Ruminansia. Laporan Penalitian.
Universitas Lampung
MANTI, I. PRIYOTOMO, E. SITOMPUL, D. Kajaian Sosial Ekonomi Sistem
Integrasi sapi Dengan Kelapa Sawit ( SISKA). Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian.PT Agricinal. Bengkulu
HARYANTO, B.2008. Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun Dan Pabrik Kelapa Sawit. Cet 1. Agromedia Pustaka. Jakarta
Abidin, Z. 2009. Buku Tentang Penggemukan Sapi Potong. CEt 12. Firman Mitra Mandiri. Jakarta